Peralihan Developer dari Prompt ke Agent Framework

18 September, 2025
Peralihan Developer dari Prompt ke Agent Framework

Transisi dari prompt engineering ke agent framework sedang menjadi perubahan besar dalam dunia pengembangan aplikasi GenAI. Dulu, membangun aplikasi berbasis AI cukup dengan memberikan satu prompt yang dirancang cermat. Tapi sekarang, pendekatan itu mulai terasa terbatas, terutama ketika berhadapan dengan skenario kerja nyata yang membutuhkan tahapan, memori, dan tindakan lanjutan. Inilah yang mendorong banyak developer mulai meninggalkan pendekatan prompt tradisional dan beralih ke framework yang lebih agentik.

Era Prompt Engineering: Sederhana, Cepat, tapi Terbatas

Ketika ChatGPT dan LLM lain mulai populer, prompt engineering menjadi cara tercepat dan termudah untuk membuat aplikasi AI. Cukup dengan satu instruksi — misalnya, “Buatkan ringkasan artikel ini dalam 100 kata” — AI bisa langsung memberi hasil.

Developer mulai bereksperimen dengan berbagai teknik:

  • Prompt tuning: mengutak-atik gaya dan urutan kata untuk hasil optimal.

  • Role-play: mengatur AI seolah-olah sedang “berperan” sebagai karakter tertentu (misalnya: “Kamu adalah manajer produk yang ahli komunikasi”).

  • System message: memberi instruksi tetap untuk mengarahkan perilaku model.

Namun, seiring bertambahnya kompleksitas task, pendekatan ini mulai menunjukkan keterbatasannya. Prompt hanya bisa menjalankan satu perintah pada satu waktu. Tidak ada memori jangka panjang, tidak ada perencanaan, dan tidak ada cara untuk menyelesaikan task yang terdiri dari beberapa langkah.

Ketika Dunia Nyata Menuntut Lebih

Dalam kenyataannya, banyak tugas tidak bisa diselesaikan dengan satu prompt. Ambil contoh task seperti ini:

“Baca file PDF, buat ringkasan isi utamanya, konfirmasi dengan pengguna, lalu kirimkan follow-up email berisi poin-poin penting, dan simpan hasilnya ke sistem.”

Tugas ini membutuhkan lebih dari sekadar perintah satu kalimat. Ada proses bertahap:

  1. Membaca dan mengekstrak data.

  2. Menyusun ringkasan.

  3. Verifikasi dan koreksi.

  4. Menyusun email.

  5. Menyimpan ke dalam sistem atau database.

Masing-masing langkah membutuhkan pemrosesan terpisah, dan tidak bisa disatukan dalam satu prompt. Di sinilah developer mulai merasa bahwa pendekatan prompt tidak lagi memadai.

Memahami agent Framework: Planner, Executor, Memory

agent framework muncul sebagai jawaban untuk tantangan ini. Dalam pendekatan ini, AI tidak hanya menjadi responden pasif terhadap satu prompt, tapi bertindak layaknya agen yang memiliki:

  • Planner: perencana langkah-langkah kerja berdasarkan tujuan akhir.

  • Executor: pelaksana tiap langkah menggunakan LLM atau tool eksternal.

  • Memory: kemampuan menyimpan dan menggunakan informasi dari interaksi sebelumnya.

Misalnya, jika agent diberi perintah: “Ambil 5 klien potensial dari spreadsheet dan kirimkan email follow-up ke masing-masing”, maka agent akan:

  1. Membaca spreadsheet.

  2. Memfilter data klien potensial.

  3. Menyusun isi email yang relevan.

  4. Mengirim email menggunakan API.

  5. Mencatat log aktivitas.

Semua ini dilakukan dalam satu workflow, dengan pemantauan setiap langkah dan kemungkinan koreksi bila terjadi error. Prompt tidak akan sanggup menangani alur sekompleks ini sendirian.

Kenapa Developer Beralih: Lebih Modular, Lebih Scalable

Ada beberapa alasan kuat kenapa developer kini mulai beralih dari prompt ke agent framework:

  • Reusability: Setiap agent bisa dirancang modular dan dipakai ulang untuk berbagai task.

  • Automation: Cocok untuk proses kerja rutin seperti dokumentasi, email, ticketing, dan ekstraksi data.

  • Scalability: Bisa digunakan untuk use case enterprise yang memerlukan reliabilitas tinggi dan kemampuan koordinasi antar tugas.

Banyak use case di bidang legal, customer service, manajemen dokumen, atau operation support mulai menerapkan pendekatan agentik karena AI tidak cukup hanya “menjawab pertanyaan”, tetapi harus bisa mengerjakan sesuatu secara aktif.

Bukan Prompt vs Agent, Tapi Evolusi

Penting untuk dicatat bahwa agent framework bukan berarti prompt engineering tidak lagi berguna. Justru, prompt tetap menjadi komponen penting dalam setiap langkah yang dilakukan oleh agent. Bedanya, sekarang prompt digunakan sebagai bagian dari proses yang lebih besar dan terstruktur.

Prompt adalah batu loncatan. Agent adalah jembatan penuh yang menghubungkan satu titik ke titik lainnya, melewati rintangan-rintangan dalam alur kerja nyata.

Penutup

Jika masih terpaku pada prompt engineering dan mulai merasa buntu karena task semakin kompleks dan tak bisa diselesaikan dalam satu langkah, mungkin ini saatnya mengeksplorasi pendekatan agent framework. Bukan sekadar mengganti cara kerja, tapi memperluas pandangan tentang apa yang bisa dicapai dengan AI hari ini.

Share on:

  • Whatsapp
  • X
  • Facebook