Arsitektur Nyata Sistem Agentic
30 October, 2025
Dari luar, sistem Agentic AI terlihat seperti AI yang bisa “berpikir dan bertindak sendiri”. Namun di balik tampilannya yang canggih, terdapat arsitektur sistem agentic yang tersusun rapi dan modular.
Struktur ini memastikan AI agent dapat memahami tujuan, merencanakan langkah, mengeksekusi tugas, dan belajar dari pengalaman secara berulang, bukan sekadar menebak hasil dari satu prompt panjang.
Empat Lapisan Utama dalam Arsitektur Agentic
Sistem agentic modern umumnya dibangun dengan empat lapisan utama yang saling terhubung. Masing-masing memiliki peran penting untuk menjaga stabilitas, akurasi, dan kontrol sistem.
- 
User Layer 
 Merupakan antarmuka tempat pengguna memberikan perintah atau tujuan (goal). Layer ini berfungsi sebagai pintu masuk semua interaksi dengan sistem.
- 
Planner Layer 
 Di sini, AI memecah tujuan menjadi langkah-langkah logis atau task plan. Planner bertugas untuk menentukan urutan tindakan yang perlu dilakukan oleh agent, termasuk prioritas dan dependensi antar-task.
- 
Executor Layer 
 Bagian ini menjalankan setiap langkah yang telah dirancang planner. Executor dapat berinteraksi dengan tools eksternal, API, atau sistem lain untuk mengeksekusi perintah seperti membaca file, menjalankan kode, atau mengakses database.
- 
Memory Layer 
 Berfungsi menyimpan konteks, hasil eksekusi, serta pengalaman sebelumnya agar agent dapat belajar dari sejarah interaksi. Memory bisa berupa short-term memory (konteks percakapan) maupun long-term memory (pengetahuan jangka panjang yang disimpan dalam vector database).
Empat lapisan ini berjalan seperti rantai: user memberi goal → planner merencanakan langkah → executor mengeksekusi → memory memperbarui informasi untuk langkah berikutnya.
Alur Kerja Tipikal Sistem Agentic
Secara umum, alur kerja sistem agentic dapat dijelaskan melalui urutan berikut:
- 
User Input → Goal Understanding 
 Pengguna memberikan instruksi, misalnya “buat laporan performa bulanan” atau “tambahkan fitur login”. Agent memahami konteks dan niat di balik perintah tersebut.
- 
Planning Phase 
 Planner membuat task plan berdasarkan goal, memecahnya menjadi langkah-langkah yang dapat dijalankan executor.
- 
Execution Phase 
 Executor menjalankan langkah-langkah tersebut, memanggil fungsi eksternal atau tools sesuai kebutuhan.
- 
Feedback & Adjustment 
 Setelah tiap eksekusi, sistem mengevaluasi hasilnya. Jika perlu revisi, hasil dikirim kembali ke planner untuk diperbaiki.
- 
Output & Memory Update 
 Hasil akhir dikirim ke user, sementara memory diperbarui agar sistem semakin cerdas pada iterasi berikutnya.
Siklus ini membuat agentic system tidak hanya responsif, tapi juga adaptif dan konsisten dalam mencapai tujuan.
Contoh Use Case: Developer Agent
Untuk memahami penerapan nyata, bayangkan developer agent yang membantu tim pengembang perangkat lunak.
- 
Planner: menerima instruksi “tambahkan fitur login” lalu membuat langkah-langkah implementasi. 
- 
Executor: menulis atau mengedit kode, menjalankan pengujian unit, serta memperbaiki error yang muncul. 
- 
Memory: menyimpan konteks proyek, hasil test sebelumnya, dan catatan perubahan. 
- 
Safety Layer: membatasi akses hanya ke folder atau repositori tertentu agar keamanan tetap terjaga. 
Melalui arsitektur ini, developer agent dapat bekerja secara otonom namun tetap terkontrol. Ia mampu memahami instruksi tinggi-level, menulis kode, dan memastikan hasilnya valid sebelum diserahkan kembali.
Risiko dan Solusi dalam Sistem Agentic
Seiring meningkatnya kompleksitas sistem, ada beberapa risiko umum yang perlu diantisipasi:
| Risiko | Solusi Teknis | 
|---|---|
| Prompt Injection | Filter input, sanitasi konteks, dan validasi sumber data. | 
| Tool Misuse | Terapkan permission per tool agar agent tidak salah akses. | 
| Infinite Loop | Gunakan loop limiter dan timeout untuk memutus eksekusi berulang. | 
| Hallucination | Tambahkan validasi hasil dan fallback mechanism agar output tetap akurat. | 
Dengan mekanisme keamanan ini, arsitektur agentic dapat beroperasi dengan aman di lingkungan produksi tanpa kehilangan fleksibilitasnya.
Lesson Learned: Di Balik “AI yang Pintar Sendiri”
Arsitektur sistem agentic bukan sekadar kumpulan model LLM yang saling berkomunikasi. Ia adalah sistem yang modular, terkontrol, dan dapat diobservasi.
Keberhasilannya bergantung pada keseimbangan antara otonomi agent dan kendali manusia melalui desain orchestration, observability, serta memory management yang kuat.
Tanpa struktur yang jelas, agentic system akan sulit di-debug dan tidak dapat di-scale.
Sebaliknya, dengan arsitektur yang matang, AI agent dapat berkembang menjadi sistem produksi yang efisien, transparan, dan dapat diandalkan.
Dari luar, agentic AI tampak seperti kecerdasan yang muncul begitu saja. Namun di dalamnya, arsitektur sistem agentic bekerja dengan disiplin teknis yang ketat: perencanaan, eksekusi, memori, dan pengawasan.
Ketika seluruh lapisan ini disusun secara modular dan aman, barulah AI agent benar-benar dapat disebut “cerdas”, bukan hanya responsif, tetapi juga dapat berpikir, bertindak, dan belajar dengan struktur yang terukur.